Senin, 26 Januari 2009

DIALOG KONTEMPORER: MENAKAR GOLPUT DALAM KONSTALASI DEMOKRASI INDONESIA

Rabu, tepatnya 21 Januari 2009, KAMMI Komisariat UNM Parangtambung kembali mengadakan kegiatan yakni dialog kontemporer. Dialog ini dilakukan dalam rangka melajutkan pengwalan isu GOLPUT yang telah dikeluarkan oleh KAMMI beberapa saat yang lalu di kampus UNM Parangtambung. Dialog dengan titel “Menakar ‘Golput’ dalam Konstlasi Demokrasi Indonesia” ini menghadirkan Muhammad Taufiq (Ketua Umum KAMMI Komisariat UNM Parangtambung), Muh. Ali Akbar (perwakilan dari HTI Chapter UNM) dan Irfan Palippui (Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNM) sebagai panelis.
Dialog ini tentu saja dihiasi dengan berbagai warna pemikiran masing-masing gerakan dalam memaknai fenomena Golput yang selalu saja menyertai ajang pesta demokrasi di Negara Indonesia. Pemikiran Presiden BEM UNM searah dengan panelis dari Gema Pembebasan yang tidak mempermasalahkan bahkan setuju dengan Golput. Pemikiran terdsebut dilatarbelakangi pengetahuan mengenai realita dunia parlemen yang sarat dengan tindakan-tindakan yang pada akhirnya menyengsarakan rakyat, misalnya pengesahan UU BHP (yang baru-baru ini disahkan) dan korupsi yang tiada henti-hentinya. Presiden BEM UNM bahkan menyatakan bahwa golput adalah adalah salah satu bentuk perlawanan. Golput juga adalah aspirasi yang patut diperhitungkan, yaitu aspirasi rakyat berdasakan ketidakpercayaan akibat banyaknya realita pelencengan amanah rakyat yang dilakukan oleh anggota-anggota parlemen yang notabene adalah pilihan rakyat di masa lalu.
Lain lagi dengan Ketua Umum KAMMI Komisariat UNM Parangtambung yang secara tersirat memberi pandangan bahwa betapa golput adalah sikap yang tidak mau turut andil dalam mengawal perubahan bangsa kita ke depan. Sebelumnya, Ketua Umum KAMMI Komisariat UNM Parangtambung memberi gambaran terlebih dahulu mengenai kriteria golput yang akan menjadi pembahasannya. Menurut beliau, yang dimaksud dengan golput adalah sikap orang-orang yang sebenarnya terdaftar dan diundang dalam pelaksanaan pemilihan atau dengan kata laindiberikan hak dalam pemilihan umum (baik Pilkada maupun Pemilu nanti) namun tidak menggunakan hak pilihnya.
Kesempatan bertanya juga diberikan kepada peserta yang notabene berasal dari latarbelakag organisasi yang bebeda-beda. Salah satu peserta mempermasalahkan konsistensi anggota parlemen yang tidak dapat bertahan ketika sudah duduk di kursi parlemen. Pertanyaan ini dilatarbelakangi realita disahkannya UU BHP yang dianggap akan bedampak negative terhadap nasib pendidikan rakyat. Padahal ketika berkampanye, calon anggota legislative kebanyakan mengangkat masalah-masalah yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat di bidang pendidikan dan lain-lain.
Ketika kita menelisik lebih jauh tentang mengapa kemudian UU BHP jadi disahkan, yang notabene menurut kajian publik kawan-kawan mahasiswa baik di tingkatan BEM atau organ kemahasiswaan ekstra kampus tidak berpihak kepada rakyat (kalau tenyata memang iya, UU BHP, itu tidak memihak). Maka kita akan menemukan bahwa UU tersebut disahkan oleh para birokrat legislatif, yang memang punya bagian atau kerja.
Mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat pada pemilu beberapa waktu yang lalu. Di sini, sangatlah jelas kepada teman-teman bahwa segala kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan rakyat itu menurut konstitusi ada di tangan legislatif dan eksekutif tentunya. Maka apakah masih ada alasan yang membenarkan kita untuk tidak ikut serta dalam pemilihan politik.
Partisipasi aktif kita dalam prosesi itu, turut andil dalam mengantar orang atau partai yang se visi dengan visi kerakyatan kita. Jikalau kemudian lahir kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat, apakah tidak bisa kita katakan bahwa kita yang memilih golput, turut andil dalam mengelurkan kebijakan yang tidak memihak rakyat tersebut, artinya kita menjadi pengkhianat amanat penderitaan rakyat.
Inti dari diaog ini bukan untuk menunjukkan betapa KAMMI ingin memperlihatkan sikap anti-GOLPUT-nya. Akan tetapi mengajak teman-teman sekalian (yang pastinya peduli terhadap nasib bagsa INDONESIA ke depan)untuk sama-sama berdiskusi sehingga paradigma kita melihat warna-warna baru disekitar kita.

HUMAS KAMMI Komisariat UNM Parangtambung

Rabu, 14 Januari 2009

Penyatuan Kembali KAMMI Komisariat UNM

06 April 2008, adalah hari bersejarah bagi konstalasi pergerakan KAMMI di UNM, ditandai dengan pemilihan ketua umum baru sekaligus pemisahan KAMMI komisariat UNM menjadi dua komisariat, yaitu KAMMI Komisariat UNM Gunung Sari dan KAMMI Komisariat UNM Parangtambung. Setelah hampir setahun pemisaahan komisariat ini, menimbulkan tanda tanya besar bagi kefektifan kerja da'wah wajihah siyasih ikhwah di kampus UNM. Oleh karena itu, kami meminta pendapat kader KAMMI, baik ikhwan maupun akhwat dari 2 komisariat (KAMMI Komisarian UNM Gunung Sari dan KAMMI Komisariat UNM Parangtambung) tentang wacana penyatuan kembali komisariat kita menjadi KAMMI Komisariat UNM.
berikan pandangan anda, serta alasan jelas pilihan anda.


contoh komentar:

FULAN mengatakan
"saya setuju dengan penyatuan komisariat ini karena......"

tutup komentar dengan identitas lengkap anda (nama, asal komisariat, pengurus/bukan pengurus, jika pengurus: jabatan anda apa?)

Kamis, 25 Desember 2008

BAGAIMANA (seharusnya) MAHASISWA MENYIKAPI FENOMENA GOLPUT

Oleh Muhammad Taufiq T.
Ketua Umum KAMMI Komisariat UNM Parangtambung per.08/09


Fenomena golput dalam setiap rangkaian pelaksanaan pilkada di wilayah administratif Indonesia, menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dan tentunya mengkhawatirkan. Bahkan sampai ada yang mengatakan golput memenangi beberapa pilkada di beberapa daerah karena jumlah orang yang memilih golput ternyata mengalahkan perolehan suara pemenang tingkat pertama contohnya di pilkada Jawa Timur, jumlah golputnya sebanyak 39% lebih sedang pasangan yang mendapat suara terbanyak hanya mengumpulkan suara dibawah 30%, pilkada di kota serang, golput mendapat persentase 39% sedang pasangan peraih suara terbanyak hanya 34% dari total pebduduk, pilkada DKI dengan jumlah pemilih golput sebanyak 39,2 persen atau 2.241.003 orang dari total 5.719.285 pemilih. Fauzi Bowo-Prijanto (pemenang) yang dicalonkan oleh banyak partai politik, termasuk Partai Golkar dan PDI-P, hanya meraih 2.010.545 atau 35,1 persen suara. Dan masih banyak lagi fakta-fakta riil di lapangan tentang sikap golput ini.

Dengan persentase yang cukup tinggi itu, maka kemudian permasalah ini harus diseriusi sebagai sebuah permasalahan kebangsaan yang penting di advokasi. Mahasiswa sebagai salah satu elemen dari rakyat ini harus mengambil perannya untuk mengadakan penyadaran politik kepada elemen bangsa lainnya termasuk di kalangannya sendiri. Itulah mengapa, kami dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UNM Parangtambung menyuarakan penolakan kami kepada segenap niatan golput dan seruan golput yang dilancarkan oleh beberapa elemen bangsa termasuk suara pengajakan untuk golput yang lahir dari kawan-kawan mahasiswa sendiri.

Sebelum lebih lanjut, saya tekankan bahwa yang menjadi bahasan permasalahan kami adalah mereka yang memilih golput padahal memiliki hak suara/pilih yang telah disahkan oleh negara lewat KPU, siapapun itu dan dimanapun.

Beragam argumen telah dikeluarkan oleh para penyeru golput untuk melegitimasi atau mencari pembenaran terhadap sikap mereka. Ketahuilah bahwa itu semua adalah guyonan argumen pesimistis, apatis terhadap usaha membangun bangsa ini ke depannya. Rangkaian nalar berpikir yang tidak jauh kedepan memandang permasalahan kebangsaan.

Ketika mereka berkata bahwa golput adalah salah satu pilihan juga, maka saya beranggapan itu bukanlah pilihan. Itu bukan pilihan yang diberikan oleh rakyat ini kepada kalian. Logikanya begini; ketika dalam pemilihan itu ada 3 orang calon, maka sebenarnya itulah 3 calon yang diberi kehadapan anda untuk anda pilih, jadi selain dari pilihan 3 itu (tentunya golput) bukan termasuk pilihan.

Prosesi pemilihan umum di tingkatan apapun itu sesungguhnya adalah lahan kita untuk mengadakan perubahan terhadap nasib bangsa ini kedepannya. Momen inilah kita memilih pemimpin yang akan membawa perahu bangsa ini dalam masa kepemimpinannya. Dan dalam masa kepemimpinannya itulah akan dihasilkan banyak kebijakan untuk mensejahterakan, membela rakyatnya, yang pada masa suksesi pemilihannya menjadi pendukungnya. Dalam penggodokan produk pemerintahan itulah kita ‘mahasiswa’ bisa mengambil peran ‘politic control’ nya ketika ada kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Bukan pada saat prosesi pemilihan pemimpin itu kita bertindak bahkan tidak ikut memilih.

Kawan, sesungguhnya dalam proses pemilu itu, bukan perkara main-main, karena disanalah kita memilih pemimpin. Dalam setiap kondisi apapun kita akan membutuhkan kehadiran pemimpin, jadi jangan pernah menganggap remeh proses itu. Agama sangat memberi kita panduan bagaiman pentingnya dan urgennya posisi pemimpin itu.

Suara-suara golput yang dikeluarkan oleh elit-elit politik, saya lebih artikan sebagai sebuah upaya pendelegitimasian terhadap elit-elit lain yang telah memiliki jalan untuk meraih kedudukan. Kita bisa melihat orang-orang yang karena dengan banyak alasan terdeak dari sebuah strukturnya akan menyuarakan oposisi terhadap strukturnya kembali dan dengan pengajakan golput lah mereka bisa mengapresiasikannya. Hingga, jangan sampai ada di antara kita, ‘elit kampus’ yang termakan bahkan ikut-ikutan menyuarakan golput yang notabene hanya akan membantu elit politik sakit hati itu.

Saudaraku, hendaklah kita mengambil peran strategis kita dalam upaya perbaikan bangsa ini dengan jalan memberikan kesadaran berpolitik integratif kepada elemen rakyat, siapapun itu. Kita sebagai golongan yang diberi cap ‘intelek’, harus membuktikan keintelektualan itu dengan jalan partisipasi aktif kita dalam menghantarkan orang-orang shaleh ke puncak pengambil keputusan.

Kawan, sekecil apapun sikap pendukungan kita dalam percaturan politik ini, adalah sama besarnya dengan peradaban yang berkeadaban yang sama kita cita-citakan.

HIDUP RAKYAT, HIDUP MAHASISWA, ALLAHU AKBAR .....